Rabu, 13 Februari 2013

Pondok Series-7



Aku punya cerita nih. Di pondok, aku mempunyai satu orang santri yang berbeda. Sebut saja namanya tesa. semoga saja dia ga marah kalau aku ceritain tentang masa lalunya di sini. aku cuma mau berbagi sedikit pengalaman tentang sepak terjangku dalam menghadapi anak didik ya gimanaaaa gitu. hehe. kembali ke tesa. Dia ini gemuk alias gendut. Dia juga dekil dan bau, apakah karena malas mandi dan mencuci baju? Oh tidak, dia bahkan rajin mandi dan mencuci. Trus kenapa? Itu semua karena keringatnya yang berlebihan, bahkan setelah mandi pun dia tetep aja bau. Kalau aku sholat dekat dia mah, bikin sholatku gak khusyuk karena bau tubuhnya.

Tidak hanya itu, sikap tesa juga bikin aku makan hati. Bisa dibilang ” Ga banget deh”. Pertama, dia itu tidak percaya diri dengan tubuhnya. Kedua, dia itu super sensitif. Dikit-dikit tersinggung. Dikit-dikit merajuk. Kalau udah ngambek/merajuk, untuk membujuknya saja minta ampun susahnya. Dibaik-baikin ga bisa, apalagi kalau dibentak, bisa nangis darah dia. jangan harap deh ngajak dia ngomong. Ga bakal didengerin. Termasuk ustadzahnya sendiri. Kalau ada program pondok yang mau dilaksanakan, seperti tadarus dan lainnya, sedangkan dia lagi asyiknya ngambek, ia akan lari keluar membolos. Dijemput pun gak bakalan mau, pokoknya susah amat tuh anak. Mulanya, aku dan si kakak (teman sesama musyrifah) sedikit kewalahan menghadapi tesa. Jadi, kalau tesa ngambek aku dan si kakak ga bakal deh ngarep minta dia cerita tentang apa yang terjadi. Kubiarkan saja dia dulu.

Ketiga, nah ini nih sikap tesa yang membuatku tak habis pikir. Tesa kan demen sekali  menyendiri, trus kalau udah gitu dia sontak ketawa sendiri, dan habis ketawa dia nangis-nangis gitu. Ya ampun, kenapa ya anak itu? makanya sering temennya bilang kalau dia gila.kalau aku sih gak pernah menganggapnya gila. Mungkin itu salah satu caranya untuk menghibur dirinya sendiri. Maybe.

Aku dan si kakak ,mulanya, mungkin terkesan tidak peduli, tapi sebenernya ga gitu juga, bahkan kami sering mendiskusikan gimana cara menghadapi tesa. Tapi malah yang ada kami mengalami jalan buntu. Suatu ketika, aku merasa benar-benar tak tahan dengan sikap tesa. Naluriku sebagai pendidik kembali muncul. “ Kalau aku terus-terusan membiarkan tesa, dan selalu menganggapnya sebagai bad santri yang musti dienyahkan, maka itu berarti aku telah menyalahi tanggung jawab serta profesiku sebagai pendidik. Dan itu berarti juga bahwa aku telah gagal karena membiarkan tesa berkepribadian buruk hingga dewasa. Bukankah tujuanku selama ini mendidik? Bukankah dia masih remaja dan belum dewasa? Bukankah wajar jika pribadinya belum matang?”

Pada saat itu juga, kudekati tesa yang sedang menyendiri di beranda asrama. Pertama, kuajak dia bercerita mengenai dirinya. Kuposisikan diriku menjadi pendengar yang baik. Tesa pun bercerita.

“ Dari SD tesa emang ga punya teman zah, teman-teman selalu menjauhi tesa, entah mengapa mereka tidak mau berteman. Tesa kira ketika masuk pondok teman-teman disini baik, tapi rupanya sama saja. mereka menjauhi tesa. Mungkin karena tesa gemuk zah.” Tesa sampai nangis menceritakan kesedihannya kepadaku. 

Baik, cara kedua, ketika tesa selesai bercerita, Kuajak dia menyelami serta mengenali dirinya sendiri, dengan sangat lembut aku berkata padanya, “ begini tesa, sebaiknya tesa tidak perlu minder, banyak kok orang diluaran sana yang tubuhnya gemuk tapi sukses dengan gemilang, banyak kok orang yang tidak lengkap anggota tubuhnya menjadi sukses secara tak terduga, mereka banyak teman lagi dan disenangi banyak orang. Nah, tesa pun juga bisa, coba deh sesekali tesa intropeksi diri, apa sih yang salah dengan diri saya? Kenapa teman-teman menjauhi saya? Saya kurang apa ya? Apa ya yang mesti saya perbaiki dengan diri saya ini?” tesa masih belum bisa menerima apa yang aku ucapkan. Terbukti dengan dia mengatakan. 
“ tesa udah melakukan itu zah, tapi tetap aja salah di mata mereka, termasuk ustadzah, ustadzah tidak perhatian sama tesa, ndak peduli sama sekali.” Oh rupanya anak ini butuh sekali perhatian. Baiklah, saya akan perhatian padanya setelah ini. 

Setelah itu, saya meminta tesa untuk berdoa pada Tuhan  agar Tuhan mengembalikan hati teman-temannya pada tesa. Bukankah Tuhan maha membolak-balikkan hati manusia? Saya bilang, “ nanti kalau tahajud malam, tesa jangan lupa berdoa ya, berdoa yang khyusuk.” Tesa bersemangat, ketika dia akan tidur, tesa mengingatkanku agar aku nanti malam membangunkannya sholat malam.

Esoknya, aku kembali memanggil tesa ke kamarku (kan ceritanya musti perhatian nih!). Kali ini aku akan mengingatkannya mengenai kebersihan. Kalau yang ini sedikit berat mengatakannya. Takut salah kata. Takut dia ngambek lagi. Tapi demi dia ke depan, aku merasa harus tetap mengatakan. 

“ Begini tesa, pernah tidak tesa merasa kalau mukenah atau baju tesa udah bau?” dia menggeleng. Mungkin dia malu. 

“Ustadzah rasa karena keringat tesa berlebihan, mau tidak minum obat semacam daun siri gitu?” dia diam lalu sejenak berkata,

 “ Tesa mau pakai parfum tapi tidak dibolehkan di sini” Waduh, ga nyambung dia. Yah, mungkin dia tidak mau makan obat juga kali ya.

“ Ya sebenarnya boleh-boleh aja sih tesa pakai parfum, tapi pilih parfum yang ga wangi. Maksdunya parfum yang beraroma seger. Kan ada tuh. Ustadzah punya yang kayak gitu. Tapi yang lebih penting lagi, tesa harus gimana cara membersihkan diri, rajin mandi, rajin mencuci. Cucinya mesti bersih, jangan dikucek dikit aja. oke. Nah kalau udah begitu, coba lihat keajaiban apa yang akan terjadi pada tesa” Aku berusaha meyakinkan tesa dengan mimik yang seruis.

Esoknya, aku sedikit terkejut dengan sikap tesa. Dia jadi sering mengembangkan senyum padaku. Ada apa gerangan? Sekali-kali dia dongakkan wajahnya di pintu kamarku untuk sekedar melempar senyum sekaligus menyapaku. “kok jadi berubah dia ya? Padahal biasanya suka manyun, cemberut melulu. Nah, tau tidak apa kelanjutannya?

Aku sangat amat kaget, karena esoknya Si tesa tiba-tiba menyalamiku sekaligus mencium tanganku seraya mengatakan, “ terima kasih ustadzah, tips yang ustadzah kasih itu sukses.”
“Selamat deh tes” sambil senyum, kuacungkan jempol pada tesa.** subulussalam, 2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar