Sekarang, esok, dan selanjutnya. Hidup ini akan selalu membuatku menangis. Dalam ruang bebas, atau berbatas. Dalam keramaian atau pun kesendirian, karena aku akan tetap sepi dan tersiksa di penghujung jalan ini. Kau takkan mampu mencipta tawa pada bibirku yang terkatup. Bibir yang tak mampu lagi terbuka sebab rahangku telah lelah mengoceh. Mengaduk-aduk kesenangan di batin saudaraku.
Baik. Baik. Mendekatlah kau. Beri aku sapu tangan merah jambumu. Tolong. Usap lelehan air yang terus membanjir di kelopak mataku. Ayo, aku mandah saja kali ini.
Tenanglah. Jangan pula kau menangis. Bukan salahmu. Hanya aku. Kebodohan demi kebodohan menindihku dalam gelimang noda. Memutarbalikkan jalan hidupku pada taman bunga yang gersang. Hingga kesegaran dan keindahan menjauh dari tempat manapun aku berada.
Duhai.. takkan kualamatkan. Rintih kedukaanku ini telah mengulum semua kebahagiaan yang ada. Memunculkan bintik-bintik hitam di sekujur gumpalan daging di rongga dadaku. Entah, mungkin mulai membusuk. Sebab darah-darah mulai mendesak keluar di mulutku yang terkatup ini. dan dadaku mulai merasakan sakit. Teramat sakit.
Tolong-tolonglah. Kepada siapa saja. Singkirkan sekat yang menyumbat aliran darah bersihku. Aku tau bahwa terlalu banyak kotor an bersarang. Gunjing. Asung. Fitnah. Benar telah meresap dalam tiap inci sel dalam tubuhku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar