"Aku bisa membaca dirimu" Ucapku
"O ya?", kamu kelihatan bersemangat, namun sedikit heran.
"Ya, tentu" Aku berusaha meyakinkanmu.
Aku melihat deretan buku di rak-rak besar yang ditata rapi di salah satu sudut rumahmu.
MasyaAllah, banyak sekali buku yang kamu punya. Aku merasa bersyukur punya kesempatan untuk meniliknya satu persatu.
"Ku tengok ya," Sekali lagi aku memohon izin.
"Tafadholi ya habitati, tapi yang di rak satu jangan dibaca-baca ya", Ucapmu.
" Oke, sipp" Aku iya in saja, meskipun sebenarnya aku bertanya-tanya di hatiku terkait alasannya.
Aku menuju rak pertama. Di sana kudapati jejeran novel percintaan, antologi cerpen dan puisi. Tak tau sejak kapan kamu nyicil beli ini semua, yang jelas buku tema ini banyak sekali. Di antaranya ada yang terjemahan juga. Judul-judulnya begitu menarik, memang pandailah penyair menggubah syairnya.
Tapi melihat kamu yang sekarang, aku cukup kaget kalau ternyata kamu suka membaca karya fiksi seperti ini.
" Itu dulu", katamu. Dulu sekali. Saat aku masih sangat muda. Liat aja tuh tahun pembelian yang selalu kucatat di halaman pertama. "
" Hihihi, aku tak bisa menahan tawa mendengarmu. Kamu membelinya ketika kamu sedang jatuh cinta yaaa? " Aku berniat menggodamu.
" Mungkin, karena masa itu penuh dengan permainan rasa" Kamu kelihatan sedikit malu.
Aku tak ingin terlalu lama membahas isi rak pertama. Aku pun beralih ke rak dua. Wow, Buku-buku motivasi dan pengembangan diri. Berada di rak ini membuatku merasa di surga. Karena aku suka sekali tema ini.
"Keren! Bolehlah kupinjam kapan-kapan ya? "
" Boleh sekali," Katamu. Tapi, cerdas sebelum membaca itu penting ya. Jangan ditelan bulat-bulat. "
Aku memberi isyarat oke dengan tanganku, pertanda aku memahami maksudmu.
Aku agak kaget ketika berada di rak ketiga. Di sini penuh dengan buku-buku hadits, fiqih, siroh, dan buku motivasi islam dengan beragam judul pula. Aku merasakan hawa sejuk di sini. Kamu benar-benar berproses dan dari sini sepertinya kamu berhijrah. Aku semakin iri padamu. Itulah kenapa aku ingin berkunjung, berharap aku bisa mengambil sesuatu yang berharga dari kesholehanmu.
Masih ada rak terakhir, yaitu rak ke empat. Tema buku di sini masih sama dengan rak sebelumnya. Masih buku-buku islam. Aku jadi tau betapa cintanya kamu pada ilmu syar'i. Meskipun hidup sederhana, tapi masih kamu sisihkan uang untuk membelinya. Kamu bilang, belajar itu dari kitab dan dipandu oleh guru dalam sebuah kajian.
Sungguh penataanmu pada buku-buku ini baik sekali. Seolah menggambarkan perjalanan spiritual yang luar biasa.
"Eh, kamu tau tidak. Sebenarnya aku ingin membakar buku-buku di rak pertama loh. "
" Kenapa? Kan sayang" Di sini mungkin aku belum bisa menangkap maksud ucapanmu.
" Ya, takut dosa jariah. Kalau ada yang baca, kan aku yang menanggung dosanya. "
" MasyaAllah, itulah kenapa kamu tadi mengatakan padaku untuk tidak membaca buku di rak pertama. Sebesar itu perhatianmu dalam menjaga diri. Aku saja tidak memikirkan hal itu. Aku jadi makin salut padamu. Tidak salah aku memilihmu sebagai teman. Semoga saja harumnya minyak wangi itu membuat pakaianku jadi wangi pula.
" Aku masih membiarkan buku-buku itu karena aku ingin menghargai perjalananku. Menjadi pengingat bahwa jalanku menuju hari ini sangatlah panjang. Sepanjang deretan buku-buku itu. Sehingga aku bisa terus berupaya untuk terus memperbaiki diri di jalan ilahi. Jika anakku lahir nanti, aku benar-benar akan membakarnya. Atau jika aku mati sebelum masa itu, aku sudah mewasiatkan kepada suamiku untuk membakarnya nanti.
Sungguh berharganya sebuah perjalanan bagimu. Dan aku setuju itu. Aku pun melanjutkan melihat buku-buku di rak terakhir dan meminjam satu buku yang kamu rekomendasikan untuk menemaniku memulai petualangan.* padang, 2024