Terkadang kita sebagai orang tua tidak sabar menunggu kesuksesan dari penetrasi nilai yang kita tanamkan pada anak. Kita cenderung menginginkan hasil yang instant dan terlalu egois sebagai orang dewasa sehingga enggan menikmati proses demi prosesnya . Hari ini mereka dinasehati, besok harus berubah. Hari ini nilai-nilai ditanamkan, besok harus dipraktekkan. And, no excuse! tak ada alasan dan pertentangan. Kita lupa bahwa manusia di sepanjang hidupnya memiliki kesempatan yang luas untuk terus berproses. Tapi kita seolah mengabaikan masa berproses ini. Kita tidak memberikan waktu yang cukup untuk mereka berpikir, merenung, serta bertanya apa dan mengapa. Kita tidak memberikan ruang untuk mereka belajar mengendalikan diri dan emosi. Kita juga tak memberikan waktu untuk mereka jatuh bangun, jatuh lagi kemudian bangkit lagi dari suatu keterpurukan. Yang mana semua proses ini sangat dibutuhkan untuk kematangan diri mereka di masa depan.
Asumsi ini tidak serta merta muncul begitu saja. Betapa sering telinga ini mendengar kalimat-kalimat kekecewaan dari mulut orang tua, yang menggambarkan ketidakmampuan anak dalam memperbaiki diri.
"sudah berkali-kali dibilangin, tidak juga berubah"
"kamu kok ga ngerti-ngerti sih, yang kamu lakukan ini salah"
"Patuh aja kok susah, ini baik untuk kamu"
atau dengan bahasa lain yang senada. Yang seolah kita sudah mengusahakan semaksimal mungkin untuk perubahan mereka kepada yang lebih baik. Padahal sebenarnya, kitalah yang belum memberikan mereka waktu untuk berproses. Semakin besar usia anak, tentu pemikirannya berangsur matang. Pikiran dan hati yang jernih akan membantu mereka untuk tau apa yang baik untuk dirinya. Terkadang dia butuh dihargai, bukan didikte. Terkadang dia butuh diajak diskusi untuk membantunya memahami, bukan memaksanya ikut apa yang kita mau tanpa kita tau apa yang dia mau.
Lagi lagi, mendidik adalah tanggung jawab yang besar. Dan sepertinya kesuksesan dalam mendidik anak adalah sebuah prestise yang besar pula. Namun, memberi beban dan tekanan pada anak demi sebuah kebanggan tidaklah benar. Baik buruknya anak mereka tetaplah anak kita, aset kita yang paling berharga. Tugas kita hanya berusaha dengan terus menanamkan nilai nilai baik dalam dirinya. Tidak boleh ada kata bosan dalam mendidik. Lakukan terus, baik melalui nasehat ataupun keteladanan. Setelahnya, serahkan semuanya pada Allah. Karena Allahlah yang Maha membolak balikkan hati, Allah Sang pemberi hidayah, serta atas izinNya pulalah seseorang bisa mejadi baik atau buruk.
Akhirul kalam, sesungguhnya mendidik itu dididik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar