Rabu, 05 Oktober 2011

UJIAN KESABARAN OLEH SEBATANG LENGKUAS




Tadi pagi amak (nenek) memintaku untuk membuatkannya gulai ijo cabe rawit ikan mas. Amak yang sedang terbaring di tempat tidur, sudah berkali-kali memanggilku dari kamarnya, agar aku segera membuatkan gulai yang merupakan salah satu menu favorit keluarga. Aku yang saat itu tengah sibuk menatap layar komputer tak kuasa menolak permintaan amak yang memang saat ini sedang sakit. maka bersegeralah aku pergi untuk mengukur kelapa dan juga mempersiapkan segala macam rempah-rempahnya mulai dari kunyit, serai, jahe, bawang merah, bawang putih, cabe rawit, asam kandis, dan ruku-ruku.

Untuk jahe, kunyit, bawang putih, bawang merah, semuannya digiling. Tapi, kurasa ada satu rempah yang ketinggalan. Setelah kuingat, barulah aku sadar bahwa aku telah melupakan lengkuas. Aku ingat kata amak,, bahwa lengkuas akan membuat gulai semakin enak dan wangi.

Kuperiksa kotak tempat rempah, namun tak satupun lengkuas yang dapat kutemukan. Kemudian aku berlari menuju amak.

“ mak, lengkuas habis”

“ carilah di parak, di tepi pagar samping rumah”

Ya ampun, sampai sekarang aku tak tau sama sekali bentuk dan wujud dari batang lengkuas. Yang aku tau lengkuas itu termasuk tanaman umbi akar sama seperti jehe dan kunyit.

“mak, pa tidak tau bentuk lengkuas itu seperti apa? “

“ ah, cari saja, kalau ada seperti bau lengkuas, berarti itulah dia.”

“ baiklah mak, akan pa temukan lengkuas itu. pa ambil pisau dulu”

“ eit, tunggu pa. jangan pakai pisau. pakai ladiang. Lengkuas itu keras”

Secepat kilat, aku berlari pula ke samping rumah. Aku masih dilanda bingung. Di antara banyak tumbuhan di parak, manakah dia batang lengkuas. Dua mataku sibuk mencari-cari ke sekeliling parak. Hingga akhirnya mataku tertumbuk pada setumpuk batang berdaun panjang. Ah, mungkin ini dia. Segera kucabut. Kuambil umbinya. Lalu kudekatkan ke hidungku untuk mendeteksi baunya. Kupikir sepertinya memang ini bau lengkuas. Tapi, kok umbinya agak beda ya. Ah, tidak apa-apalah yang penting dia kan lengkuas.

Aku membawakannya kepada amak, dengan wajah yang penuh puas aku berkata pada amak.
“ ini mak, cobalah amak liat dulu. Betul kan ini lengkuas?”

“ upa.. upa.. ini bukan lengkuas”

“ tapi baunya kan sama tu mak”

“ tidak, bukan ini, coba cari lagi”

Untuk kali pertama kesabaranku di uji. Aku tidak habis pikir. Kenapa umbi-umbian di samping rumah hampir sama saja baunya. Benar-benar aneh. Dengan gontai kucoba melanjutkan pencarian. Kutelusuri tepian pagar yang mencari pembatas parak dengan bandar kecil di samping rumah. Kutemukan satu koloni tumbuhan umbi, dengan ciri-ciri daun memanjang. Kupegang batangnya, waw keras sekali. Kucoba mencabut batang itu, wah kian keras. Benar, tidak salah lagi, ini memang lengkuas. Aku ingat betul, ketika aku menggiling lengkuas, pasti membutuhkan tenaga ekstra karena lengkuas itu keras. Untuk menggilingnya saja aku harus memotongnya tipis-tipis biar mudah digiling.

Kukali tanah dengan ladiang, kukali terus. Tapi sayang, umbinya tak juga kelihatan. Aku masih mau berusaha, kukali lagi. Eh, batangnya copot. Aku jadi kehilangan pegangan. Kukaiskan tanganku ke tanah tempat umbi itu berada. Tapi sama sekali belum terasa umbinya. Aku makin bosan. Memangnya sejauh apa umbi lengkuas itu bersembunyi di dalam tanah. Aku benar heran.

Akhirnya, kutinggalkan batang lengkuas itu dengan penuh kesal. Biarlah, aku yakin tanpa lengkuas pun gulaiku akan tetap terasa enak. Esok, aku akan mengalahkan lengkuas-lengkuas itu. akan kucabuti dia dan aku ambil umbinya .
hmm.. Lucu juga ya, kesabaranku di uji oleh sebatang lengkuas..

* * *pariaman 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar