Rabu, 24 April 2024

Bahasa Arabku

Menjadi guru bahasa Arab membuatku punya wadah yang sangat lebar untuk menebarkan kecintaan anak-anak terhadap bahasa Arab. Cinta bahasa Arab bukan hanya menyukai bahasanya, tapi juga nilai-nilai keislaman yang kental yang tertuang dalam al Quran dan nash-nash keagamaan. 
Butuh usaha yang besar untuk menumbuhkan cinta tersebut meskipun sejatinya anak-anak ini sudah memiliki bibitnya sebagai umat islam yaitu telah mengenal kitab suci Al quran. 
Di tengah populernya budaya barat, Korea(kpop) dan Jepang (anime). Anak-anak digempur dan disusupi habis-habisan dalam pola pikir yang kemudian bisa mengubah kecendrungan dan minat mereka dalam banyak hal. 
Sehingga tolak ukur kepopuleran adalah dengan meninggalkan segala identitas keagamaan. Ini sudah bisa jadi bukti bahwa budaya islam benar-benar telah dimarjinalisasi dan terpinggirkan. 
Sedangkan bahasa Arab dan islam tidak bisa dipisahkan. Allah yang membuatnya menjadi satu kesatuan, sebagaimana yang sudah difirmankan-Nya dalam kitab suci, bahwa Al quran diturunkan dalam bahasa Arab. Tapi, untuk saat ini masih sulit menggeser pikiran mereka dari bahasa-bahasa dan hal-hal yang tengah populer itu. 
Beberapa kali ketika sedang mengajar bahasa Arab, aku menemukan anak yang sedang asik menggambar anime, atau seru serunya ngobrolin tokoh kpop yang disukainya. Subhanallah. 
Atau dikesempatan lain, ketika anak-anak diminta mengucapkan kosakata bahasa Arab, mereka malah mengucapkannya dalam bahasa Inggris. Betapa bahasa Arab ini sulit bagi mereka. 
Bahkan, ketika melihat bacaan yang bertuliskan aksara Arab pun mereka pusing duluan saking tidak ma'rufnya bahasa nabi ini. 
Meskipun di sekolah sudah dilatih bahasanya sedemikian rupa, melalui metode pengulangan yang selalu rutin. Entah mengapa hanya sedikit dari bahasa tersebut yang betul-betul dimilikinya. 
Jelas ada kaitannya juga dengan jam pelajaran yang sangat singkat.  Dan juga tidak terasedianya lingkungan untuk praktek berbahasa Arab. Sedangkan untuk bahasa lain seperti bahasa inggris, kita banyak menemukan medianya di mana-mana. Sebut saja : omeTv yang lagi pupuler. 
Namun dalam hal ini, aku bersyukur di tengah penderitaan hati melihat saudara muslimku di Palestina. Tersebab peristiwa besar ini Bahasa Arab jadi bergaung di mana-mana, kalimat-kalimat tauhid dilantunkan dengan penuh keyakinan di hati. Hasbunallah wa ni'mal wakil. 
Semoga setelah ini bahasa Arab naik panggung dunia. Dan seluruh umat islam cinta dengan bahasa yang dimuliakan ini. Wallahu a'lam

Minggu, 21 April 2024

Seri Keluarga : Catatan Perjalanan dan Pelajaran (bag.1)

Anak-anak begitu girangnya sore ini. Abi mengajak keluar. Kata abi ada arena bermain yang baru buka di salah satu pusat perbelanjaan. Aku oke saja, meski sebenarnya badan ini sangat lelah. 
Ba'da ashar kami pun akhirnya berangkat. Tapi di tengah perjalanan, ban motor kami kempes. Aku dan anak-anak harus berhenti dan menunggu abi memperbaikinya. 
Kebetulan sekali, kami berhenti di depan toko buku gramedia. Tepatnya di seberang, di pekarangan damar plaza. 
Pekarangannya cukup luas jadi anak-anak bisa berkeliaran dan jauh dari lalu lintas jalanan. 
Sekitar 15 menit berlalu, kami melihat abi kembali, dalam keadaan masih mendorong motor. Ya, abi belum menemukan bengkel di sekitar sana. Sehingga beliau harus memutar jalan ke arah lain untuk mencarinya. 
Menit demi menit berlalu, anak-anak mulai bosan. Si tengah yang super aktif mulai berlarian menuju trotoar. Aku dan si sulung berulang kali mengingatkan agar kembali ke dekat kami. Si bungsu juga merengek minta ASi. Kemudian menyusul si sulung yang mengeluh kelaparan, kehausan serta rasa capek. Sampai sampai menyalahkan kedatangan abi yang sangat lama dan meminta pulang naik grab saja. Aku terus mengingatkanya untuk terus bersabar dan tidak mengumpati takdir. Semua terjadi bukan kehendak kita. Dan juga, bukan kita saja yang merasakan haus lapar dan lelah. Abi juga. Bahkan abi lebih lelah daripada kita yang hanya duduk diam menunggu. Abi berjalan kaki sambil mendorong motor ke sana kemari mencari tukang tambal ban. Apakah pantas kita mengeluhkan bahkan menyalahkan abi? Dan sudah semestinya kita merasa kasihan kepada abi daripada diri kita sendiri. 
Memang, kempesnya ban motor atau apapun jenisnya kemalangan yang didapati di jalan, akan menjadi perusak mood jika tidak dihadapi dengan hati lapang.
Jadi asikin aja. Dan mari menunggu dengan sabar. Seperti judul buku yang sering kita baca. Jika kita menginginkan sesuatu maka berdoalah, doakan abi agar mudah urusannya. Anak -anak pun akhirnya mengerti. Mereka mencari kegiatan sendiri untuk menikmati penantian. Mengambil sapu (kebetulan ada sapu di sana), mencabuti rumput, memanggil kucing yang sedang tiduran. Dan sesekali saling bercanda dan menggoda si adik hingga adik merengek. Syukurlah mereka akhirnya bisa menikmati perjalanan ini. 
Tak lama kemudian abi datang dengan wajah lelah namun tetap berusaha tersenyum. Anak-anak sangat senang dan berlari menuju abi. Seraya menanyakan dimana abi menambal ban. Tempatnya jauh, kata abi. Yuk! Kita cari makan. Ini sudah terlalu sore dan kita semua sudah sangat lelah, maka rencana awal diskip dulu untuk waktu mendatang. Tidak tau kapan. Yang pasti ada pelajaran berharga hari ini. Semoga anak-anak bisa bersabar dan bersyukur di setiap baik atau buruknya keadaan. 🖤**Padang, 2024

Aku Jatuh Cinta, Lagi

Di keheningan malam, aku merasakan kehadiran cinta yang membahana. Relung hatiku dipenuhi cahaya merah jambu yang membuatnya merona. Aku jatuh cinta lagi, untuk yang kesekian kali, padanya. 
Aku tanpa sadar terhanyut dalam lamunan di kesendirian, yang kemudian memutar memoriku  menapaki jejak masa lampau sesaat setelah aku mengenalnya. 
Suatu ketika, dia bercerita padaku tentang  perempuan yang berjalan menembus hujan tanpa beban. Tiada yang menghijab tubuhnya dari air yang terus turun dari langit. Dia membiarkan semuanya basah, kecuali ransel yang didekap erat yang disembunyikan di dalam jilbab hitam panjang menjuntai. Dia yang kala itu-katanya- tengah duduk di beranda mesjid kampus hanya bisa terpaku dari jauh menyaksikan perempuan itu, yang begitu gembiranya menikmati derasnya hujan, sementara yang lain sudah menepi di tempat yang teduh. 
MasyaAllah, mungkin ini hanyalah cerita biasa. Namun bagiku tidak. Sehingga aku harus menuliskannya di buku catatan sebagai peristiwa yang istimewa. 
Aku tak pernah bertanya apa yang ada di benaknya ketika itu. Namun hatiku berbisik, bahwa "perempuan dan hujan" adalah sinyal awal yang menjadi penanda bahwa di kehidupan yang sekarang kami akan melangkah bersama, berpegangan erat menapaki masa depan. 
Atau sebenarnya dia memang terpesona padaku saat itu. Sehingga pikiran dan hatinya membawanya datang menuju hidupku. Ah! Tentang ini aku tau dia takkan mau mengaku. 
Seusai bercerita kujelaskan padanya bahwa aku sangat menyukai hujan. Hujan adalah rumah bagiku. Itulah mengapa saat hujan turun aku merasa pulang ke tempat ternyaman yang membuatku bisa mengekspresikan apa saja yang kumau.
Hm, tulisan ini bukan tentang aku dan hujan. Tapi ungkapan rasa yang membuat cintaku jatuh melayang berulang kali padanya. 
Lantas mengapa dia?
Katanya, itu karena doaku yang sangat kuat menjadi magnet yang hebat sehingga menariknya mendekat. 
Ih! Tinggi sekali rasa pe-de nya. Aku selalu kesal lalu mencubitnya hingga kesakitan setiap mendengar ini. Dan dia akan tertawa terpingkal melihat bibirku yang mulai manyun. 
Mengapa aku? Mengapa hanya aku? 
Apakah dia tidak menginginkanku? 
Ya, meskipun aku sadar ini muncul dari jiwa kekanakanku saja. Sesungguhnya aku tau, tidaklah seseorang melangkah setapak pun melainkan didahului oleh niat, keinginan dan pengharapan untuk mencapai tujuan. 
Ini sudah bisa jadi bukti bahwa dia sudah tertarik padaku sejak itu. 
Aku bersyukur, bahtera ini masih kokoh berlayar. Meskipun banyak badai yang mengguncang. Namun semua dapat dilalui. 
Kami bersama bukan karena kami sama. Bersama dalam perbedaan membuat kebersamaan ini jauh lebih indah. 
Aku selalu bilang, dia itu sempurna dalam ketidaksempurnaannya. Dan itu membuatnya lengkap di mataku. 
Kehadiranku juga membawa warna baru di hidupnya. 
Kami banyak bertoleransi dalam rasa, dalam kebiasaan dan prinsip yang sudah mengakar di dalam diri masing-masing. Tapi bahtera ini bukan miliknya dan bukan pula milikku. Ini tentang kita. Bagaimanapun keadaannya, kita harus mampu menemukan titik tengah untuk mencapai keseimbangan walau diwarnai oleh banyak pengorbanan. Ya itulah kita. Dan memang begitulah seharusnya. 

Hei kamu. Ya, kamu. 
Aku jatuh cinta lagi nih, lagi, dan lagi. Seperti katamu, "aku punya rasa yang 100℅ sama seperti di awal kisah ini bermula".
Teruntukmu dan kita. Aku punya puisi. Puisi yang kutulis jauh sebelum aku mengenalmu. Puisi ini sudah lama mengendap di diaryku dan di laman blog yang sudah lama tak kusentuh. Dibaca ya, semoga makin cinta. 

"Azzamku Azzammu"

sekarang aku telah boleh memasuki relung dadamu
mendayung sampan di atas aliran darahmu yang merah
biarkan aku mencapai ruangan terdalam di hatimu
menghiasinya, lalu aku tidur di dalamnya
jangan sekali-kali kau biarkan orang lain
menyelinap melewati celah-celah rahasia kita
karena kau telah berjanji padaku, robbku, dan orang tuaku
dan malaikat pun telah mencatatnya pada lembaran langit
mari kita bangun istana megah pada halaman jiwa kita
istana yang kuat lagi kokoh
tiang-tiangnya harus melebihi kekuatan baja
itulah ketaqwaan
jika aku lemah, kuatkan aku dengan kata-kata lembutmu
ingatkan aku melalui keindahan firmanNYA
lalu dekaplah aku karena kecintaanMU pada Tuhanmu
terima kasih, karena kau hadir menumbuhkan pohon-pohon iman
di hatiku

kamar sunyi, 2011

Selasa, 09 April 2024

Belajar Mencintaimu, Diterima Hatimu, Dengan Caraku

Ternyata besarnya jumlah usia  belum bisa memvalidasi kedewasaan diri seutuhnya 
Dan ternyata, lamanya kebersamaan belum tentu membuat aku mampu menyelami dirimu hingga dasar terdalam
Sejujurnya, aku masih belajar, meskipun dengan olah pikir yang bagai anak ingusan

Aku tak lagi heran mengapa cintaku tak mampu menembus hatimu
Bukan karena cinta yang pura-pura, tapi aku yang salah cara
Seperti katamu, aku terlambat. 
Terlambat mengenalmu,
Meskipun kita berdua telah melakoni ribuan episod kebersamaan
Yang pada kenyataannya, 
Hadirku hanya sebatas di pekarangan, 
Aku terhalang untuk masuk ke rumah yang tlah lama pintunya kau buka

Dan kisah ini akan terus berjalan
aku akan terus belajar mencintaimu
Dengan cinta yang dapat kau rasakan manisnya


Maaf, jika penggalan cerita di masa lalu telah banyak melukaimu
Mengurai air mata yang harusnya tak perlu kau urai di depanku
Maaf karena egoku membuatmu tak punya celah untuk menunjukkan kuasa
Maaf jika aku gagal memaknai isyarat apapun yang berusaha kau tunjukkan 
Maaf, Untuk semuanya

Tapi, aku takkan pernah berjanji 
Biarkan aku sendiri, dengan diriku, dalam upayaku
Untuk mencintaimu, yang diterima hatimu, dengan cara yang kumampu

Jumat, 05 April 2024

+-#$&

Berada di tengah prahara, tanpa teman atau sahabat. Adalah keadaan yang membuat diri serasa di awang-awang, tak tau apa yang hendak digapai. 
Pikiran kalut, sehingga apapun yang ada di kepala bagai benang kusut. Sulit menyusun alur cerita dari awal hingga akhir. Jangankan menemukan solusi, memikirkannya saja bisa membuat bingung karena tak tau memulai dari mana. 
Sedangkan hati kian gelisah, ingin menemukan ketenangan segera karena hidup terus berjalan dengan rentetan tugas-tugas yang mesti dijalankan. 
Dahulu aku selalu berusaha mendorong diri untuk menormalisasi keadaan. Berusaha memancing kewarasan dengan melakukan aktivitas yang disukai. Seperti ; Membaca Al quran sepuasnya, Ke toko buku,  ke luar mencari angin segar, meskipun hanya duduk sendirian di tepian pantai. Yang terpenting adalah "happy" dulu. Karena sesungguhnya kebingungan dan kekalutan itu ada di dalam hati yang gelisah. Sehingga meski solusinya ada di depan mata, tak akan pernah tampak. 
Aku sama sekali tidak memberi kesempatan diri untuk bersantai sejenak menikmati masalah, yang ada di otakku hanyalah bagaimana caranya harus keluar dari masalah, segera. 
Namun sekarang aku malah berpikir bahwa menikmati masalah itu ternyata diperlukan. Bukan berarti membiarkan diri larut dengan masalah,  berproses adalah keharusan namun dengan tahapan yang sedikit lambat dan tenang. 
Aku merasa caraku yang dulu itu tergolong instan dan tidak menyembuhkan untuk waktu yang lama. 
Mengapa demikian? Sebab aku kurang menghayati sesakit apa pedihnya luka.
Mengatasi masalah sambil menikmati kepedihan dan kepahitan itu seperti menorehkan jejak pengalaman yang terus menempel di kepala. 
Bukannya cepat cepat berupaya membalikkan keadaan, yang untuk saat itu berhasil menyembuhkan, namun beberapa tahun ke depan masih mudah rapuh untuk masalah-masalah  serupa. 
Bagai minum es saat cuaca panas mencekik, dahaga memang lepas, namun esok akan muncul masalah kesehatan yang baru pada tubuh bagian dalam. 
Mari menikmati luka.