Jumat, 15 Juli 2022

Merasakan emosi negatif

Ide-ide di kepala sedang meletup-letup bagaikan biji-biji jagung yang bermetamorfosa menjadi popcorn dalam sebuah wajan besar.
Jadi, selagi masih on dan supaya ide tersebut tak menguap sia-sia, maka ada baiknya disalin dulu ke sebuah wadah. Moga saja ada manfaatnya.

*****
Masih fokus pada tema kesehatan mental, yaitu merasakan emosi negatif.
Apa iya perlu?
Kehadiran emosi negatif di sela-sela kehidupan yang berjalan adalah hal yang manusiawi dan wajar.
Kita tak perlu menekannya atau bahkan memangkasnya saat ia datang.
Hidup ini begitu kompleks, terlalu banyak warna, dan lika-liku di sana sini.
Adalah tidak adil, jika ragam perasaan yang dianugerahi Tuhan tidak bisa disalurkan sebagaimana mestinya.
Tak hanya emosi positif, kita juga memiliki emosi negatif yang butuh untuk dirasakan.
Kita punya bahagia, dan kita juga punya rasa sedih. Kita punya rasa puas, dan kita juga punya kekecewaan. Semuanya butuh penyaluran yang tepat dengan reaksi yang terkendali.
Semuanya memiliki kontribusi yang pasti untuk menjaga kesehatan mental kita.
Hadirnya emosi negatif berfungsi sebagai penyeimbang agar tidak terjadi ketimpangan emosi dalam diri (ketidakstabilan emosi).
Tidak benar jika kita berkata kepada diri untuk tidak boleh sedih, tidak boleh kecewa, tidak boleh marah.
Jika kita terus-terusan memangkas rasa tersebut, maka kapan kita akan bisa dan cakap dalam mengelola setiap emosi negatif itu. Sedangkan kita hidup tidak bisa tidak bersinggungan dengan lingkungan, kehidupan kita mau tidak mau akan berdampak pada lingkungan sekitar, minimal keluarga. Siapa yang bisa menjamin, jika suatu waktu kita lost, dan tak mampu menghilangkan emosi negatif yang kita anggap tak perlu itu. Coba saja bayangkan apa yang bisa terjadi? Adalah sebuah bahaya besar. Karena sebenarnya yang kita anggap hilang, bukan benar-benar hilang melainkan mengendap dan terus mengendap sehingga suatu waktu menjadi bom api yang akan menghanguskan diri kita sendiri.
Nah, harusnya yang jadi pemikiran kita adalah, bagaimana kita bisa mengendalikan reaksi atas emosi tersebut agar tidak mencederai diri sendiri dan lingkungan.
لا تغضب، ولك الجنة!
Jangan marah, dan bagimu surga. Begitu tepatnya nasihat sang Nabi.
Jangan marah bukan tidak boleh marah, tapi mengubah rasa amarah menjadi energi positif yang memberikan efek baik bagi diri.
Marahlah, tapi tidak dengan reaksi tanpa kendali karena disitu pintu masuknya syaitan. Bagaimana caranya? jika kamu sedang berdiri maka duduklah, jika sedang duduk maka berbaringlah. Dan
Ini adalah seni yang tak dapat diraih melalui teori saja, melainkan dari latihan dan latihan sedari dini.
Makanya penting -pada saatnya- untuk membiarkan anak-anak menangis dan meluapkan semua emosinya.
Karena disitulah anak-anak belajar untuk mengendalikan emosi.
Bukan segera didiamkan sambil ngomong, jangan nangis ya.
Oke, mulai sekarang mari terima segala rasa sakit, kekecewaan, dan putus asa.
Terima sebagai bagaian dari diri.
Rasakan sakit dan sedihnya, kendalikan
Reaksinya dengan iman, lalu ubah menjadi sebuah kekuatan yang membuat kita semakin tegar dalam menjalani kehidupan.
Mari sama-sama berproses, karena tulisan ini tidak bertujuan menggurui. Yang menulis pun masih dalam proses belajar. Semoga sama-sama kita tercerahkan. Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar